Oleh : Miftahul Ulum
Sejarah 2014
Tidak dapat dipungkiri, lengsernya rezim orde baru membawa perubahan konstruksi sendi-sendi bangsa Indonesia. Kebebasan yang sebelumnya dikekang, ditekan oleh rezim setelah lengsernya orde baru kebebasan yang diidamkan bisa terwujud. Dari berbagai sendi-sendi ini yang agaknya pantas menjadi sorotan ialah kondisi agama dan politik paska era orde baru ini.
Untuk menganalisis kondisi kedua aspek ini dipakailah metode komparatif. Membandingkan kondisi perpolitikan (Politik) dan perilaku beragama (Agama) di era orde baru dengan era setelahnya. Ini bertujuan agar diketahui perbedaan dan faktor yang melatarbelakangi perubahan kondisi tersebut.
Pada era lengsernya Rezim orde baru, agama yang sebelumnya mengalami tekanan dan penyeragaman keyakinan secara tiba-tiba terurai. Ibarat pipa air, pembukaan kran besar-besaran setelah tersumbat oleh rezim Suharto. Berbagai organisasi keagamaan muncul, keyakinan-keyakinan dan aliran-aliran “sempalan” tumbuh kembang bak bunga bakung di musim hujan. Agaknya kebebasan ini telah dimanfaatkan oleh para pelaku keagamaan untuk mengembangkan keyakinan dan alirannya.
Dalam aspek agama, penulis lebih terfokus kepada Islam –dengan berbagai alasan subyektif. Munculnya organisasi-organisasi keagamaan baru menunjukkan progresifitas perilaku beragama di Indonesia mengalami kemajuan. Konsekuensinya, Pemaknaan yang baik dan sikap saling menghargai pada multikulturalisme dan perbedaan mutlak adanya. Tapi yang terjadi sebaliknya, kebebasan dan keberagaman yang sudah ada tidak diiringi dengan sikap saling menghargai. Hasilnya, berbagai kericuhan timbul akibat perbedaan pendapat dan kepercayaan.
Tercatat paska orde baru berbagai kericuhan timbul akibat perbedaan keagamaan. Di poso pertikaian antara penganut islam dan kristen saling membakar dan saling serang karena perbedaan berlatar belakang agama. Keduanya mengakui bahwa kelompok dan agamanya lah yang paling benar, sikap ini yang perlu direduksi untuk tidak menimbulkan konflik yang berkelanjutan. Di Madura juga terjadi bentrok antara penganut aliran sunni yang mengusir penganut aliran syiah. Sikap menghargai dan toleransi terhadap perbedaan masih kurang, terbukti dengan banyaknya bentrokan berlatarbelakang agama.
Sikap saling menghargai dan toleransi terhadap perbedaan menjadi syarat mutlak untuk menunjang perbedaan. Masyarakat paska orde baru beberapa belum siap-untuk tidak menyebut banyak- dalam menerima perubahan ini. Mereka masih percaya pada kesatuan kebenaran dan agama. Kepercayaan dan kebenaran di luar kebenaran mereka dianggap sebagai salah dan harus dimusnahkan.
Penanaman sikap toleransi dan saling menghargai perbedaan melalui pendidikan dari tingkat bawah sampai perguruan tinggi. Hal ini diharapkan dari kecil, anak sudah mendapatkan pengetahuan yang nantinya akan membentuk sikapnya dalam menanggapi perbedaan. Kelak, ketika sudah dewasa berhadapan dengan banyaknya perbedaan di sekitarnya sudah dapat menanggapi sewajarnya.
Berbagai aliran ekstremis islam atau islam radikal juga disbeabkan oleh runtuhnya rezim orde baru. Bagaimana ini bisa terjadi? Hal ini dilatarbelakangi oleh penekanan dan pengebirian wewenang beragama oleh rezim orde baru. Setelah kebebasan didapat, mereka yang berhaluan radikal mendapat ruang gerak untuk mengaktualisasikan pemikirannya tentang Agama Islam.
Hal ini menjadi suatu keresahan tersendiri di kalangan masyarakat. Kelompok ini ingin mendirikan dan menjadikan Indonesia sebagai negara islam. Dan bukan tidak mungkin bila cita-cita utopis mereka tercapai. Indonesia yang memiliki akar budayanya sendiri tiba-tiba di bawah rezim baru, rezim islam. Demokrasi pancasila yang sudah menjadi kesepakatan bersama digugat oleh kalangan ini, dengan dalih kebebasan berpendapat. Namun sikap sebaliknya ditunjukkan ketika islam “disinggung” sedikit, langsung bereaksi menentang.
Islam radikal semakin menjamur dan mendapat banyak dukungan, ini diperparah dengan doktrin-doktrin radikal yang merambah kalangan pemuda. Pemuda sebagai motor dan memiliki semangat juang tinggi bertemu dengan doktrin radikal menghasilkan kebrutalan yang menjadi. Salah satu buktinya, Perusakan dan penjarahan warung-warung yang buka di siang hari pada bulan ramadhan oleh FPI. Dengan keyakinan memiliki wewenang menghakimi dan mengadili FPI merusak dan membubarkan pedagang yang berjualan.
Keadaan perpolitikan juga semakin karut-marut. Bukan menafikan adanya kemajuan dan pencapaian dalam bidang politik paska orde baru. Alangkah baiknya untuk kembali muhasabah untuk terus menuju pribadi bangsa yang luhur. Perpolitikan pada masa Suharto yang otoriter juga memiliki kelebihan, pemerintah dapat mengambil tindakan tegas (melenyapkan) konflik. Di era paska suharto, selalu berujung karut-marut kondisinya. Eksekutif melawan Legislatif, dan saling melawan diantara keduanya, seperti ditunjukkan oleh Presiden Jokowi dengan DPR dalam proses pengesahan UU Pemilukada.
Kebebasan yang terlalu bebas membuat semua orang memperjuangkan hasratnya untuk bebas. Bukan dalam arti yang sebebas-bebasnya, kebebasan disini juga memiliki wilayah batas yaitu kebebasan orang lain. Lebih jauh lagi, kebebasan ini dapat dimanifestasikan dalam kewajiban dan hak individu. Ketika Individu atau kelompok atau subyek di Indonesia mengerti dan menjalankan kewajiban dan hak-nya secara benar akan tercipta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia (Sila kelima Pancasila).
Kemajuan pemikiran dalam kedua bidang diatas tidak dapat dipungkiri. Berbagai pendapat dan temuan baru karena kebebasan berpendapat yang diberikan era reformasi ini (paska orde baru). Kebebasan berpendapat ini agaknya tidak menjadi penghambat dari kemajuan. Kebebasan haruslah terus dipupuk untuk terus mendapatkan kebenaran-kebenaran jenis baru. Dan selagi mendapatkan kebenaran-kebenaran jenis baru ini, haruslah kita memandang ke dalam hati untuk menerima perbedaan dan menoleransinya.
Selamat bertikai dan bertoleransi!
0 komentar:
Post a Comment