Selamat datang di situs blog kami HMD Ilmu Sejarah Unair dan ikuti terus aktifitas kami di http://hmdilmusejarah15.blogspot.com/. Terima Kasih.

Pages

Tuesday, May 31, 2016

PENDIDIKAN DI MASA JEPANG DAN SUKARNO


Oleh: Donny Darmawan 
(Ilmu Sejarah angkatan 2014)
(https://esoknanti.files.wordpress.com)
Sejarah manusia adalah sejarah pendidikan. Semenjak manusia lahir. Sejak itulah pendidikan menunjukkan eksistensinya(Supeno,1999:64). Karena tak lain pendidikan adalah sebuah proses interaksi individu dengan lingkungan sekitarnya. Dari proses interaksi tersebut individu akan mendapatkan pengalaman,pengetahuan serta keterampilan guna menikmati kehidupan yang lebih baik. Atau dalam bahasa jawa pendidikan berarti Panggulawentah mengolah,mematangkan perasaan, pikiran dan watak seseorang. Berbicara masalah pendidikan kita akan melakukan anasir historis tentang bagaimana kondisi serta system pendidikan nasional kita sebelum dan pasca proklamasi 17 agustus 1945. 
Pasca kekuasaan kolonial jatuh ke tangan jepang pada tanggal 8 maret 1942 lewat perjanjian kalijati di Subang Jawa Barat. Otomatis pemegang kekuasaan secara mutlak ada di tangan jepang. Dalam memulai kekuasannya, jepang gencar untuk melakukan propaganda gerakan 3 A, ini sebagai langkah jepang untuk menarik simpati dari kalangan rakyat serta tokoh-tokoh nasional. Setelah berhasil menduduki Indonesia, jepang segera melakukan berbagai misi penting guna kepentingan jepang dalam kebutuhan perang asia timur  raya. 
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah jepang tentunya memiliki dua sisi, di satu sisi kita di untungkan oleh basis-basis pendidikan yang dibangun jepang, di satu sisi jepang melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap sumber daya alam kita, mengingat latar belakang pendudukan jepang di Indonesia jug akibat masifnya industrialisasi di jepang namun tidak di imbangi oleh sumber daya alam yang memadai, tak heran jika awal pendaratan jepang di tarakan pada tanggal 10 januari 1942 tak lain karena ingin menyasar serta menguasai tambang minyak tarakan. Di sector pendidikan, pemerintah jepang berkonsentrasi pada pendidikan berbasis militer. Bukan tanpa sebab jepang membuka akses pendidikan militer di Indonesia sebab, kebutuhan pasukan militer dalam perang asia timur raya semakin tinggi. Badan militer yang dibentuk jepang melalui pendidikan antara lain : Heiho, dan Peta. Untuk badan semi-militer jepang membentuk : Keibodan,Seinendan,Fujinkai dan Syuisentai. Lalu bagaimana dengan sekolah sekolah alternative yang ada ? seperti Taman Siswa, Muhammadiyah ? pemerintah jepang memberlakukan kebijakan yang isinya adalah untuk menutup sekolah-sekolah swasta kecuali sekolah kedokteran (Ika Daigaku) dan sekolah technic. 

Tentu dari uraian di atas. timbul suatu pertanyaan , seperti apakah orientasi pendidikan di masa jepang ini ? sebagaimana penjelasan di atas, pendidikan akan menyesuaikan kebutuhan penguasanya, ketika di massa jepang ini konsentrasi pendidikan lebih dominan ke arah militer serta watak para penguasanya yang fasis. Maka kaum terdidik yang ada di pendidikan militer telah di jauhkan oleh realitas penderitaan rakyat Indonesia.

Konkritnya tujuan pendidikan pada masa pendidikan Jepang di Indonesia adalah menyediakan tenaga-tenaga cuma-cuma  (Romusha) dan prajurit-prajurit untuk membatu perperangan bagi kepentingan Jepang. Oleh karena itu pelajar-pelajar di haruskan latihan phisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi ketat. Pada akhir masa Jepang terdapat tanda-tanda tujuan pendidikan menjepangkan anak-anak Indonesia.

Proklamasi 17 agustus 1945 menjadi salah satu tonggak awal untuk mewujudkan kemerdekaan bangsa yang sejati, para founding father telah merumuskan suatu langkah untuk bagaimana membentuk karakter yang tepat bagi generasi bangsa kedepan , tak lain melalui pendidikan, memasuki alam kemerdekaan tidaklah dengan rencana hampa dalam bidang pendidikan. Sejak mulai disusunnya Undang-Undang Dasar 1945 telah disusun panitia persiapan kemerdekaan dalam sub panitia pendidikan dan pengajaran, dengan anggota-anggotanya antara lain, : Ki Hajar Dewantara, Prof.Dr.Husen Djayadiningrat, Prof.Dr.Asikin, Prof.Ir.Roesono, Ki Bagus Haji Hadikusumo, K.H. Mashur bertugas menyusun bentuk pengajaran bagi Indonesia nanti. 

Setelah diadakan perubahan-perubahan seperlunya, akhirnya rencana tersebut diterima oleh Sukarno sebagai panitia pusat. Rancangan Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan itu terdiri dari 10 pasal(Supeno,1999:9), yang pada pasal dua antara lain; Dalam garis-garis bab kemanusiaan, dan kebudayaan bangsa serta menuju arah “keselamatan dan kebahagiaan masyarakat”. Dari sini kita bisa yakin bahwa para founding father kita sejak awal sudah berfikir tentang segala upaya pendidikan sepenuhnya yang pada akhirnya di peruntukkan untuk keselamatan dan kebahagian rakyat. Ini dipertegas lagi dalam UUD pasal 31, yakni seluruh warga negara berhak mendapatkan pengajaran serta pendidikan layak. 

Perlu kita ketahui dari sini bahwa, sejak awal pendidikan bangsa ini telah memihak,yakni memihak pada rakyat sebagai pemilik syah Republik Indonesia, keberpihakan pendidikan era Sukarno kepada rakyat bukanlah hal yang mengada-ada dengan “Menyokong Sosialisme Pendidikan”  pendidikan di era Sukarno adalah suatu proses pembentukan karakter dan jati diri bangsa yang kukuh dan anti terhadap Neo-Kolonialisme dan Imperialisme, pendidikan berarti pembebasan bagi umat manusia untuk mencapai kemerdekaan diri dan sosial di segala aspek kehidupan. 

Kaum terpelajar&terdidik di era Sukarno pun, mengemban tugas untuk bagaimana senantiasa hadir ditengah kondisi dan situasi rakyat yang menderita, karena pendidikan yang mereka tempuh dan jalani selama masa didik, sangat demokratis., dimana rasa egalitersime sangat dipupuk di institusi pendidikan saat itu, juga bagaimana Sukarno melihat pendidikan pun tidak bisa dari amanat penderitaan rakyat, sebagaimana kebijakan yang dikeluarkan oleh kabinet ‘Amanat Penderitaan Rakyat’. 

Era sukarno focus pendidikan berada dalam wilayah Nasionalisme, Nation and Character Building dan Kesadaran Masyarakat. Ini tergambar jelas pada ‘Panca Wardhana’ yang dikeluarkan pada 1964 yang isinya adalah bagaimana proses pendidikan memiliki daya cipta,rasa,karya,kerja dan moral. Point-ponit tersebut saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Di dorongnya rasa nasionalisme untuk menumbuhkan bangsa yang berdikari, juga membuat sector-sektor pendidikan menjadi tanggung jawab negara secara penuh, dengan  adanya nasionalisasi asset tahun 1954, perguruan tinggi juga termasuk di dalamnya, antara lain Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung serta Unair (Nias) yang di nasionalisasi pada 10 november 1954.

Logika dari sini jelas, bahwa memang pendidikan pada hakekatnya ditujukan kepada mereka yang tertindas, terbelnggu kemerdekaannya , siapa saja tanpa pandang bulu, ras, suku dan agamanya. Siapa yang masih terbelenggu hari ini ? Tiada lain adalah Buruh pabrikan, Buruh Tani, Nelayan miskin,  dan elemen rakyat lainnya. Kini pada kenyataannya, pendidikan dengan rasa ke-egaliterisme telah hilang, wajah pendidikan nasional saat ini telah menjadi pendidikan yang elitis,mahal serta hanya mencetak intelektual yang jauh dari amanat penderitaan rakyat. Dan praktik komersialisasi pendidikan merupakan bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita pendidikan adiluhung yang senantiasa mencerdaskan rakyat seutuhnya.
Daftar Pustaka:
Hadi Supeno,1999. Pendidikan Dalam Belenggu Kekuasaan(Lampung: Pustaka Paramedia).

0 komentar: