Selamat datang di situs blog kami HMD Ilmu Sejarah Unair dan ikuti terus aktifitas kami di http://hmdilmusejarah15.blogspot.com/. Terima Kasih.

Pages

Wednesday, March 9, 2016

"Sejarah umat manusia adalah sejarah konflik"

 Oleh : M. Rizky Fadillah
Sejarah 2012
"Sejarah umat manusia adalah sejarah konflik"
tapi
"Sejarah umat manusia juga terjadi karna pola pikir dan karakteristik kepemimpinan manusia pada masa ke masa"
Mulai dari awal peradaban Sumeria di Mesopotamia, Hellenisasi Macedonia Alexander Agung, Imperium "Gladiator" Romawi, Perseteruan Pars dan Bryzantine di Eurasia, Bangkitnya Arab dan Khilafah Islam, Munculnya idiom Nation State di Eropa hingga menyaru dataran Amerika dibawah Revolusi terbentuknya Amerika Serikat, Masa Kolonialisasi bangsa Eropa ke Asia dan Afrika, dan dataran Amerika Latin, hingga kemerdekaan Indonesia secara "de facto" di Jalan Pegangsaan Timur no.57 pada tanggal 17 Agustus 1945 singkatnya ada pula peranan kebijakan pemimpin suatu umat yang menghantarkan terjadinya dinamika dalam sejarah di dunia semua melebur dalam satu wujud bernama "TAHTA"
"Tahta tak punya keinginannya sendiri"
"Tergantung siapa yang mendudukinya, tahta bisa menjadi kursi keadilan atau menjadi kursi kekejaman"
"Selama itu adalah manusia dan bukan Tuhan yang menjalankan, dia takkan pernah sempurna"
"Tapi apa dia akan berusaha mencapai kesempurnaan, seorang Raja (pemimpin) pasti akan menemui jalan licin yang bisa membawanya jatuh ke jurang terdalam menuju kegelapan tanpa ada yang bisa menghentikannya" (Farangis: Arslan Senki 25)
Kembali kepada sejarah, peradaban tak bisa dilepaskan dari konflik, selalu ada perseteruan dan peperangan yang terjadi mengawal itu semua. Pada saat perkuliahan "Sejarah Asia barat"  di Prodi Ilmu Sejarah Universitas Airlangga muncul pertanyaan dari teman-teman mahasiswa yang selanjutnya masih terngiang-ngiang dalam benak, mengapa hasil peradaban seperti Menara Babel Babylonia bisa tak berbekas kehadirannya saat ini dan mengapa pula penyerangan kerajaan yang menduduki wilayah mampu membuat warga/penduduk masih bertahan meskipun harus tunduk pada kerajaan?
Sekali lagi jawabannya kembali kepada kepemimpinan, Perang tidak selalu berbicara mengenai penaklukan atau ditaklukan, perang juga memilikki kepentingan atas keyakinan (faith), ideologi, politik, dan apa yang menjadi cita-cita dari pemimpin. Contoh dari poin terakhir adalah Perang Salib, perang yang terjadi untuk misi penyebaran agama (meskipun ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa perang tersebut kepentingan politik kerajaan di Eropa yang mengatasnamakan demi agama)
Kehancuran Menara Babel yang tanpa meninggalkan bekas juga adalah karna kebijakan pemimpin penguasa tanah di tempat Menara Babel itu berdiri, pada suatu masa di masa lampau apabila pemimpin tak menghendaki adanya sesuatu, maka kun fayakun sesuatu tersebut akan musnah dari peradaban.
Sama halnya dengan "Kuil Sulaiman", suatu kuil yang menyimpan mahakarya dari sang Raja dan Nabi Sulaiman (eng: Solomon), konon dikisahkan memilikki literatur dan ilmu pengetahuan yang luarbiasa namun dilenyapkan tanpa sisa dalam dua masa (referensi sumber: Pak Pradipto M.Hum) yakni masa Babylonia Nebukanedzar dan masa imperium Romawi dibawah perintah Jenderal Vespasianus
Runtuhnya karya arsitektur maupun bangunan bagi umat manusia di masa kini adalah bentuk kehilangan yang besar bagi sumbangsih sejarah peradaban, hanya saja keberadaan semua bangunan tersebut meski tak berbekas akan tetap dikenang dalam catatan yang pernah ditulis manusia bahkan dalam beberapa kitab juga menuliskan mengenai baik Menara Babel maupun Kuil Sulaiman, meski hanya hipotesa karena kajian ilmu sejarah kekinian menganut "no document no history"
Kembali ke perang, kerajaan, dan penaklukan Kita coba analogikan saat Belanda "menjajah' Indonesia Apakah bangsa Indonesia akan terdeportasi ke Australia, Papua Nugini, atau tempat lain yang sekiranya tidak ada "kompeni"nya? Tidak juga, leluhur bangsa Indonesia masih tetap bertahan di tempat mereka di rumah mereka meskipun mengutuk mengumpat dan menyumpahi orang Belanda.
Mengapa bisa demikian?
Sekali lagi karena apa yang disebut perang/penjajahan itu tak selamanya untuk menaklukan atau ditaklukkan, perang melingkupi aspek lain kebutuhan manusia. Belanda datang mengkoloni Indonesia menginginkan hasil bumi dan sumber daya alam yang ada di Indonesia, karna mereka belum paham dengan kondisi di Indonesia, Belanda menggunakan tenaga orang Indonesia dan"bekerjasama" dengan penguasa lokal, kerajaan, dan tokoh yang ada di Nusantara.
(nb: perlu digarisbawahi dulu sebenarnya tanah air nusantara masih belum bernama Indonesia, karna Indonesia sendiri secara "harfiah" baru lahir pada 1928 saat ikrar sumpah pemuda, mengenai siapa yang mengatakan Indonesia dijajah Belanda 350 tahun itu perlu dipertanyakan Indonesia yang mana?) Intisarinya adalah memahami sejarah umat manusia juga perlu memahami sistem kepemimpinan yang ada juga sesuai dengan waktu dan tempat masing-masing dan latarbelakang nya.

Refleksi Sejarah Peradaban Umat: Konflik, Kepemimpinan, dan Hasrat
Penulis: R.A. 2012
Sumber:
Toynbee, Arnold. Sejarah Umat Manusia.
Sejarah Peradaban Barat
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern
Perkuliahan Sejarah Asia Barat: Semester Ganjil 2015/2016. Pengampu: Pradipto Niwandhono.

0 komentar: