Selamat datang di situs blog kami HMD Ilmu Sejarah Unair dan ikuti terus aktifitas kami di http://hmdilmusejarah15.blogspot.com/. Terima Kasih.

Pages

Thursday, March 10, 2016

Raker Publik HMD Ilmu Sejarah

(Kesma sedang mempresentasikan proker yang ditawarkan kepada forum)

Selasa, 16 Februari 2016 menjadi momen baru bagi kepengurusan HIMA Ilmu Sejarah 2016. Pasalnya organisasi ini membuka lembaran baru dalam kisah sejarah kepengurusan HIMA Ilmu Sejarah. Diketuai oleh Mas Ken, sapaan akrab untuk ketua yang mana nama aslinya M. Ridho Permana dan yang menjadi wakilnya ialah mas yus, Yusrianto Rukmana.
Dalam raker (Rapat Kerja) untuk kepengurusan satu tahun ke depan, HIMA melahirkan satu departemen baru atau divisi baru yang bergerak untuk menampung luapan kekritisan oleh para mahasiswa. Departemen atau divisi itu adalah Kasta. Selain itu ada departemen atau divisi yang lain, diantaranya Humas, PSDM, dan Kesma.
Jalannya rapat sempat keluar dari rundown waktu yang telah ditentukan, dikarenakan beberapa dari pengurus inti sedang bersua dengan Dosen Wali masing-masing, guna untuk mendapatkan pengarahan tentang jumlah sks yang akan diambil atau yang boleh diambil pada semester yang akan datang. Rap
at berjalan lancar, meskipun terkadang ada beberapa yang tidak kondusif. Rapat dimulai dengan pembukaan, dilanjut dengan menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia, dilanjut dengan menyanyikan himne Airlangga dan sambutan. Sambutan pertama disampaikan oleh Kahima, Mas Ken. Kemudian dilanjut oleh sambutan dari Pak Edy Budi Santoso, Selaku pembina HIMA Ilmu Sejarah.
Rapat berjalan, divisi Kesma mendapatkan bagian pertama dengan proker-proker yang luar biasa. Disusul oleh Divisi Kasta, divisi yang masih belia dengan proker yang luar biasa pula. Waktu telah berkata untuk jeda setelah penyampaian proker dari Divisi Kasta. Setelah jeda yang cukup lama, rapat dimulai lagi. Kali ini giliran Divisi Humas yang tampil untuk menpresentasikan program kerja mereka. Setelah itu dilanjut oleh Divisi PSDM yang memiliki satu program baru, yang di amanahkan kepada saudara Najib, Sejarah angkatan 2015. Proker itu adalah Music Everywhere.
Setelah penyampaian proker terakhir oleh Divisi PSDM, ada beberapa masukan oleh para senior yang telah makan garam dalam kepengurusan HIMA Ilmu Sejarah. Para senior yang hadir adalah para pemegang divisi sebelumnya yang kini tergadung sebagai DPO (Dewan Penasihat Organisasi). Setelah memberi masukan, acara Raker pun diakhiri.

Wednesday, March 9, 2016

"Sejarah umat manusia adalah sejarah konflik"

 Oleh : M. Rizky Fadillah
Sejarah 2012
"Sejarah umat manusia adalah sejarah konflik"
tapi
"Sejarah umat manusia juga terjadi karna pola pikir dan karakteristik kepemimpinan manusia pada masa ke masa"
Mulai dari awal peradaban Sumeria di Mesopotamia, Hellenisasi Macedonia Alexander Agung, Imperium "Gladiator" Romawi, Perseteruan Pars dan Bryzantine di Eurasia, Bangkitnya Arab dan Khilafah Islam, Munculnya idiom Nation State di Eropa hingga menyaru dataran Amerika dibawah Revolusi terbentuknya Amerika Serikat, Masa Kolonialisasi bangsa Eropa ke Asia dan Afrika, dan dataran Amerika Latin, hingga kemerdekaan Indonesia secara "de facto" di Jalan Pegangsaan Timur no.57 pada tanggal 17 Agustus 1945 singkatnya ada pula peranan kebijakan pemimpin suatu umat yang menghantarkan terjadinya dinamika dalam sejarah di dunia semua melebur dalam satu wujud bernama "TAHTA"
"Tahta tak punya keinginannya sendiri"
"Tergantung siapa yang mendudukinya, tahta bisa menjadi kursi keadilan atau menjadi kursi kekejaman"
"Selama itu adalah manusia dan bukan Tuhan yang menjalankan, dia takkan pernah sempurna"
"Tapi apa dia akan berusaha mencapai kesempurnaan, seorang Raja (pemimpin) pasti akan menemui jalan licin yang bisa membawanya jatuh ke jurang terdalam menuju kegelapan tanpa ada yang bisa menghentikannya" (Farangis: Arslan Senki 25)
Kembali kepada sejarah, peradaban tak bisa dilepaskan dari konflik, selalu ada perseteruan dan peperangan yang terjadi mengawal itu semua. Pada saat perkuliahan "Sejarah Asia barat"  di Prodi Ilmu Sejarah Universitas Airlangga muncul pertanyaan dari teman-teman mahasiswa yang selanjutnya masih terngiang-ngiang dalam benak, mengapa hasil peradaban seperti Menara Babel Babylonia bisa tak berbekas kehadirannya saat ini dan mengapa pula penyerangan kerajaan yang menduduki wilayah mampu membuat warga/penduduk masih bertahan meskipun harus tunduk pada kerajaan?
Sekali lagi jawabannya kembali kepada kepemimpinan, Perang tidak selalu berbicara mengenai penaklukan atau ditaklukan, perang juga memilikki kepentingan atas keyakinan (faith), ideologi, politik, dan apa yang menjadi cita-cita dari pemimpin. Contoh dari poin terakhir adalah Perang Salib, perang yang terjadi untuk misi penyebaran agama (meskipun ada beberapa sumber yang mengatakan bahwa perang tersebut kepentingan politik kerajaan di Eropa yang mengatasnamakan demi agama)
Kehancuran Menara Babel yang tanpa meninggalkan bekas juga adalah karna kebijakan pemimpin penguasa tanah di tempat Menara Babel itu berdiri, pada suatu masa di masa lampau apabila pemimpin tak menghendaki adanya sesuatu, maka kun fayakun sesuatu tersebut akan musnah dari peradaban.
Sama halnya dengan "Kuil Sulaiman", suatu kuil yang menyimpan mahakarya dari sang Raja dan Nabi Sulaiman (eng: Solomon), konon dikisahkan memilikki literatur dan ilmu pengetahuan yang luarbiasa namun dilenyapkan tanpa sisa dalam dua masa (referensi sumber: Pak Pradipto M.Hum) yakni masa Babylonia Nebukanedzar dan masa imperium Romawi dibawah perintah Jenderal Vespasianus
Runtuhnya karya arsitektur maupun bangunan bagi umat manusia di masa kini adalah bentuk kehilangan yang besar bagi sumbangsih sejarah peradaban, hanya saja keberadaan semua bangunan tersebut meski tak berbekas akan tetap dikenang dalam catatan yang pernah ditulis manusia bahkan dalam beberapa kitab juga menuliskan mengenai baik Menara Babel maupun Kuil Sulaiman, meski hanya hipotesa karena kajian ilmu sejarah kekinian menganut "no document no history"
Kembali ke perang, kerajaan, dan penaklukan Kita coba analogikan saat Belanda "menjajah' Indonesia Apakah bangsa Indonesia akan terdeportasi ke Australia, Papua Nugini, atau tempat lain yang sekiranya tidak ada "kompeni"nya? Tidak juga, leluhur bangsa Indonesia masih tetap bertahan di tempat mereka di rumah mereka meskipun mengutuk mengumpat dan menyumpahi orang Belanda.
Mengapa bisa demikian?
Sekali lagi karena apa yang disebut perang/penjajahan itu tak selamanya untuk menaklukan atau ditaklukkan, perang melingkupi aspek lain kebutuhan manusia. Belanda datang mengkoloni Indonesia menginginkan hasil bumi dan sumber daya alam yang ada di Indonesia, karna mereka belum paham dengan kondisi di Indonesia, Belanda menggunakan tenaga orang Indonesia dan"bekerjasama" dengan penguasa lokal, kerajaan, dan tokoh yang ada di Nusantara.
(nb: perlu digarisbawahi dulu sebenarnya tanah air nusantara masih belum bernama Indonesia, karna Indonesia sendiri secara "harfiah" baru lahir pada 1928 saat ikrar sumpah pemuda, mengenai siapa yang mengatakan Indonesia dijajah Belanda 350 tahun itu perlu dipertanyakan Indonesia yang mana?) Intisarinya adalah memahami sejarah umat manusia juga perlu memahami sistem kepemimpinan yang ada juga sesuai dengan waktu dan tempat masing-masing dan latarbelakang nya.

Refleksi Sejarah Peradaban Umat: Konflik, Kepemimpinan, dan Hasrat
Penulis: R.A. 2012
Sumber:
Toynbee, Arnold. Sejarah Umat Manusia.
Sejarah Peradaban Barat
Ricklefs, M.C. Sejarah Indonesia Modern
Perkuliahan Sejarah Asia Barat: Semester Ganjil 2015/2016. Pengampu: Pradipto Niwandhono.

Monday, March 7, 2016

Agama dan Politik Paska Orde Baru


Oleh : Miftahul Ulum  
Sejarah 2014
    Tidak dapat dipungkiri, lengsernya rezim orde baru membawa perubahan konstruksi sendi-sendi bangsa Indonesia. Kebebasan yang sebelumnya dikekang, ditekan oleh rezim setelah lengsernya orde baru kebebasan yang diidamkan bisa terwujud. Dari berbagai sendi-sendi ini yang agaknya pantas menjadi sorotan ialah kondisi agama dan politik paska era orde baru ini.
    Untuk menganalisis kondisi kedua aspek ini dipakailah metode komparatif. Membandingkan kondisi perpolitikan (Politik) dan perilaku beragama (Agama) di era orde baru dengan era setelahnya. Ini bertujuan agar diketahui perbedaan dan faktor yang melatarbelakangi perubahan kondisi tersebut.
    Pada era lengsernya Rezim orde baru, agama yang sebelumnya mengalami tekanan dan penyeragaman keyakinan secara tiba-tiba terurai. Ibarat pipa air, pembukaan kran besar-besaran setelah tersumbat oleh rezim Suharto. Berbagai organisasi keagamaan muncul, keyakinan-keyakinan dan aliran-aliran “sempalan” tumbuh kembang bak bunga bakung di musim hujan. Agaknya kebebasan ini telah dimanfaatkan oleh para pelaku keagamaan untuk mengembangkan keyakinan dan alirannya.
    Dalam aspek agama, penulis lebih terfokus kepada Islam –dengan berbagai alasan subyektif. Munculnya organisasi-organisasi keagamaan baru menunjukkan progresifitas perilaku beragama di Indonesia mengalami kemajuan. Konsekuensinya, Pemaknaan yang baik dan sikap saling menghargai pada multikulturalisme dan perbedaan mutlak adanya. Tapi yang terjadi sebaliknya, kebebasan dan keberagaman yang sudah ada tidak diiringi dengan sikap saling menghargai. Hasilnya, berbagai kericuhan timbul akibat perbedaan pendapat dan kepercayaan.
    Tercatat paska orde baru berbagai kericuhan timbul akibat perbedaan keagamaan. Di poso pertikaian antara penganut islam dan kristen saling membakar dan saling serang karena perbedaan berlatar belakang agama. Keduanya mengakui bahwa kelompok dan agamanya lah yang paling benar, sikap ini yang perlu direduksi untuk tidak menimbulkan konflik yang berkelanjutan. Di Madura juga terjadi bentrok antara penganut aliran sunni yang mengusir penganut aliran syiah. Sikap menghargai dan toleransi terhadap perbedaan masih kurang, terbukti dengan banyaknya bentrokan berlatarbelakang agama.
    Sikap saling menghargai dan toleransi terhadap perbedaan menjadi syarat mutlak untuk menunjang perbedaan. Masyarakat paska orde baru beberapa belum siap-untuk tidak menyebut banyak- dalam menerima perubahan ini. Mereka masih percaya pada kesatuan kebenaran dan agama. Kepercayaan dan kebenaran di luar kebenaran mereka dianggap sebagai salah dan harus dimusnahkan.
    Penanaman sikap toleransi dan saling menghargai perbedaan melalui pendidikan dari tingkat bawah sampai perguruan tinggi. Hal ini diharapkan dari kecil, anak sudah mendapatkan pengetahuan yang nantinya akan membentuk sikapnya dalam menanggapi perbedaan. Kelak, ketika sudah dewasa berhadapan dengan banyaknya perbedaan di sekitarnya sudah dapat menanggapi sewajarnya.
    Berbagai aliran ekstremis islam atau islam radikal juga disbeabkan oleh runtuhnya rezim orde baru. Bagaimana ini bisa terjadi? Hal ini dilatarbelakangi oleh penekanan dan pengebirian wewenang beragama oleh rezim orde baru. Setelah kebebasan didapat, mereka yang berhaluan radikal mendapat ruang gerak untuk mengaktualisasikan pemikirannya tentang Agama Islam.
Hal ini menjadi suatu keresahan tersendiri di kalangan masyarakat. Kelompok ini ingin mendirikan dan menjadikan Indonesia sebagai negara islam. Dan bukan tidak mungkin bila cita-cita utopis mereka tercapai. Indonesia yang memiliki akar budayanya sendiri tiba-tiba di bawah rezim baru, rezim islam. Demokrasi pancasila yang sudah menjadi kesepakatan bersama digugat oleh kalangan ini, dengan dalih kebebasan berpendapat. Namun sikap sebaliknya ditunjukkan ketika islam “disinggung” sedikit, langsung bereaksi menentang.
Islam radikal semakin menjamur dan mendapat banyak dukungan, ini diperparah dengan doktrin-doktrin radikal yang merambah kalangan pemuda. Pemuda sebagai motor dan memiliki semangat juang tinggi bertemu dengan doktrin radikal menghasilkan kebrutalan yang menjadi. Salah satu buktinya, Perusakan dan penjarahan warung-warung yang buka di siang hari pada bulan ramadhan oleh FPI. Dengan keyakinan memiliki wewenang menghakimi dan mengadili FPI merusak dan membubarkan pedagang yang berjualan.
Keadaan perpolitikan juga semakin karut-marut. Bukan menafikan adanya kemajuan dan pencapaian dalam bidang politik paska orde baru. Alangkah baiknya untuk kembali muhasabah untuk terus menuju pribadi bangsa yang luhur. Perpolitikan pada masa Suharto yang otoriter juga memiliki kelebihan, pemerintah dapat mengambil tindakan tegas (melenyapkan) konflik. Di era paska suharto, selalu berujung karut-marut kondisinya. Eksekutif melawan Legislatif, dan saling melawan diantara keduanya, seperti ditunjukkan oleh Presiden Jokowi dengan DPR dalam proses pengesahan UU Pemilukada.
Kebebasan yang terlalu bebas membuat semua orang memperjuangkan hasratnya untuk bebas. Bukan dalam arti yang sebebas-bebasnya, kebebasan disini juga memiliki wilayah batas yaitu kebebasan orang lain. Lebih jauh lagi, kebebasan ini dapat dimanifestasikan dalam kewajiban dan hak individu. Ketika Individu atau kelompok atau subyek di Indonesia mengerti dan menjalankan kewajiban dan hak-nya secara benar akan tercipta keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia (Sila kelima Pancasila).
Kemajuan pemikiran dalam kedua bidang diatas tidak dapat dipungkiri. Berbagai pendapat dan temuan baru karena kebebasan berpendapat yang diberikan era reformasi ini (paska orde baru). Kebebasan berpendapat ini agaknya tidak menjadi penghambat dari kemajuan. Kebebasan haruslah terus dipupuk untuk terus mendapatkan kebenaran-kebenaran jenis baru. Dan selagi mendapatkan kebenaran-kebenaran jenis baru ini, haruslah kita memandang ke dalam hati untuk menerima perbedaan dan menoleransinya.
Selamat bertikai dan bertoleransi!